Jumat, 27 November 2009

CERITA RAKYAT ACEH (Pemuda Congkak)

Di daerah Aceh, tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Tampuh. Baginda raja Teuku Marali dan permaisuri Cah mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama putri Nini. Kecantikan Putri Nini terkenal sampai ke negeri tetangga. Banyak pangeran dan putra raja yang ingin mempersuntingnya.

Salah seorang pangeran dari kerajaan yang sangat besar bernama Pangeran Saiman ingin mempersunting Putri Nini. Cah Saiman adalah seorang yang tamak dan angkuh. Hampir setiap orang yang menjadi bawahan kerajaan pernah dipukulnya. Ia selalu memandang rendah orang lain.

Karena sifatnya yang demikian itulah Putri Nini tidak menyukai Cah Saiman, demikian pula dengan kedua orang tuanya. Tapi Cah Saiman mengancam, jika keinginannya ditolak, kerajaan Tampuh akan diserangnya. Karena takut ancaman itu Putri Nini dan orang tuanya tak dapat menolak kehendak Cah Saiman. Sekali pun dengan berat hati.

Di samping itu, diam-diam Putri Nini sudah mempunyai seorang kekasih dari kalangan rakyat jelata. Kekasihnya itu seorang pemanjat kelapa, namanya Gama Dewa. Perkenalan mereka terjadi, ketika Putri Nini terjatuh ke dalam Sumur Muara Tujuh, Gama Dewa menolongnya.

Sekali peristiwa, Gama Dewa hendak dipukul oleh Cah Saiman. Ketika itu Gama Dewa memberi nasehat-nasehat kepadanya dan mencela sifat kikir. Untunglah tindakan kasar Cah Saiman dapat dicegah oleh salah seorang dayang Putri Nini. Kemudian, Gama Dewa mengajarkan petuah-petuah agama kepada dayang tersebut.

Cah Saiman akhirnya mengetahui hubungan Putri Nini dengan Gama Dewa. Hal itu membuatnya marah. Ia mengancam untuk menyerang Kerajaan Tampuh. Cah Saiman mengumpulkan seluruh lasykarnya untuk menggempur kerajaan Teuku Marali.

Mengetahui niat Cah Saiman itu, Teuku Marali menjadi gelisah hatinya. Apa yang akan terjadinya, jika Cah Saiman benar-benar menyerang kerajaannya?

Tuanku Gampong, seorang penasehat Teuku Marali. Segera membujuk Cah Saiman agar jangan terbuang nafsu untuk berperang. Tuanku Gampong mengingatkan bahwa Teuku Marali sedang membujuk putrinya.

Sementara itu, Teuku Marali memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Gama Dewa. Pemuda itu dianggap sebagai biang keladi keadaan gawat itu. Cah Saiman pun tidak menghiraukan bujukan Tuanku Gampong. Seorang dayang putri Nini juga ikut membujuk Cah Saiman agar tidak menurut nafsu jahatnya.

Ketika mendengar apa yang diucapkan oleh dayang itu adalah petuah-petuah yang pernah diucapkan Gama Dewa, Cah Saiman bertambah geram. Dayang putri Nini kemudian ditawan dan dipenjarakan di suatu tempat bawah tanah. Setelah mengetahui perlakuan yang sewenang-wenang itu, Putri Nini bertambah benci kepada Cah Saiman. Ia bersikeras menolak cinta lelaki itu.

Pengawal Teuku Marali melaporkan bahwa mereka tak menemukan Gama Dewa di Sumur Tujuh. Juga tidak ada di tempat lain. Pengawal itu hanya bertemu dengan seorang utusan dari kerajaan Dewa, yang ingin bertemu dengan Teuku Marali. Ia juga meminta agar Teuku Marali bersedia datang ke tempatnya.

Raja Teuku Marali tak keberatan memenuhi undangan itu. Bersama dengan permaisuri, Putri Nini, Tuanku Gampong, dan diikuti pula oleh Cah Saiman serta beberapa pengawal mereka menuju Sumur Muara Tujuh. Di tempat itu mereka bertemu dengan Tuanku Patih dari kerajaan Dewa. Mereka kemudian memperbincangkan masalah yang sedang dihadapi kerajaan Tampuh, sehubungan dengan lamaran Cah Saiman yang ditolak oleh Putri Nini.

Ketika mereka sedang asyik berbincang-bincang, tiba-tiba dari semak-semak muncul seorang pemuda yang gagah dan tampan. Ia mengenakan sebuah jubah yang putih bersih. Semua yang hadir menjadi terkejut dan terkesima. Karena pemuda itu tak lain adalah Gama Dewa yang telah berganti rupa setelah mencuci mukanya dengan air suci yang diambil dari sumur suci di dekat tempat itu.

Tuanku Patih terus memberi nasihat-nasihat keagamaan yang baik kepada mereka, terutama kepada Cah Saiman diperingatkan agar tidak berlaku sewenang-wenang.

Cah Saiman bukannya berterima kasih atau menyadari kesalahan-kesalahannya. Ia mencabut rencong dan hendak ditikamnya kepada Tuanku Patih. Namun berkat kesaktian Tuanku Patih usaha Cah Saiman dibuatnya kaku, tidak dapat bergerak.

Namun Tuanku Patih menjadi iba, dan ia percaya bahwa Cah Saiman masih dapat diperbaiki perangainya, ia disembuhkan kembali. Diluar dugaan, Cah Saiman mengamuk. Ia menyerang siapa saja yang berada di dekatnya, ia berhasil membunuh Teuku Marali dan permaisurinya.

Tapi, akhirnya Cah Saiman dapat diringkus oleh para pengawal kerajaan Tampuh. Ia segera diseret ke ruang sidang istana untuk diadili. Namun sebelum pengadilan dimulai, ia telah bunuh diri.

Beberapa lama kemudian, Putri Nini menikah dengan Gama Dewa. Mereka memerintah kerajaan Tampuh dengan adil dan bijaksana. Dan pusat kerajaan lalu dipindahkan ke tempat dimana raja Teuku Marali dan permaisurinya gugur dibunuh oleh Cah Saiman.

Kerajaan baru itu kemudian diberi nama Cahlang; yang berasal dari kata cacah alang, artinya ”memotong lalang.” Sebab ketika mereka hendak membangun istana, mereka harus membersihkan lebih dahulu rumput ilalang yang banyak tumbuh di tempat itu.

Demikianlah legenda yang terjadi di daerah Aceh ini. Penduduk yang berdiam di daerah Sigli percaya bahwa cerita ini pernah terjadi.

Hikmah:
Kita tidak bisa memaksakan kehendak kepada orang lain. Apalagi dengan cara yang tidak terpuji.
Bahwa sikap tamak, angkuh dan semena-mena akhirnya merugikan diri sendiri seperti tergambar dalam perilaku Cah Saiman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar